Pagi ini, ia dan teman sekelompoknya mempresentasikan Peristiwa Puputan Margarana di pelajaran sejarahnya Pak Surya. Semenit sebelum dimulai, aku menyeret kursi dan duduk di dekat meja paling depan. Kedua temanku menyusul kemudian. Duduk di samping kanan dan kiriku, berdekatan.
Dari jarak sedekat ini, aku bisa mengamati wajahnya yang berusaha mengingat-ingat kembali bacaannya semalam. Sesekali melihat buku kuning bersampul potret siluet seorang gadis sedang berdiri berlatar Vaporetto in Venice, melihat jam, dan mengetuk-ngetuk kecil meja dengan buku jari. Ia berdiri di samping moderator, dekat komputer.
Semuanya masih sama: sederhana dan sempurna. Mata bulat yang pupilnya hitam pekat. Di sekitarnya ada puluh atau ratusan bulu yang sedikit lentik mengitari; seakan menjaga mata itu dari debu-debu yang bersiap menempelkan diri. Diikuti sebuah tahi lalat kecil yang melekat di sudut kiri mata sebelah kanan. Hidung yang tidak besar dan juga kecil. Bibir tipis merah jambu. Dagu yang agak sedikit terlipat. Semuanya terlihat pas dan tepat.
Ia tidak seperti kebanyakan perempuan lainnya. Berpenampilan sederhana, tidak bergincu macam warna, bacaannya novel-novel sastra, tongkrongannya musala, tidak berpikir bahwa kekinian adalah sesuatu yang harus dipuja, dan selalu dibalut jilbab tebal dan baju longgar penjaga auratnya. Aku suka.
Semalam, pukul sebelas lewat tiga ia mengirimiku sebuah pesan singkat. Isinya mengajakku berdiskusi kecil tentang pilihan pendidikannya di tahun depan. Sore ini, berdua saja, di koridor sekolah dekat perpustakaan. Mengapa hanya berdua? Agar aku bisa menikmati cantiknya lama-lama? Agar aku terlatih melihat penghuni nirwana? Atau sekadar bincang tanpa maksud apa-apa?
Presentasi dimulai, keheningan menggantikan suasana yang sedari tadi berisik. Pada gilirannya, ia buka dengan senyuman hangat yang dalam hitungan detik mampu membuatku−atau teman lain yang melihat−tertarik. Oh, iya, ia tak pernah sekali pun berpura-pura cantik. Ia tahu dirinya cantik.
Kota serambi mekkah,
tiga belas januari dua ribu lima belas
AIH
AIH AIH YHA ENDE ENDE OYHA.
haish, secret admirer :).
Hihi, ada kesenangan tersendiri ketika mengagumi dalam diam, mbak.
Aku tahu aku cantik, dims
Hahahaha, iya Bel suka-suka kamu.
MAK JLEBBBB
Ya ampun, Mz Aldo…
Haloo dimas yang ikut interview kala itu!🙆 terimakasih yaaa sudah menemukan blogku dan mengapresiasinyaa hehe aku pertama ngira siapaa ini tapi aku inget setelah ada banda aceh&filsafat di tulisanmu😀 blogmu bagus banget👍keep it up!
Wah, terima kasih kembali! Hehehe bakat nge-stalkingku belum hilang.
Tulisanmu juga oke-oke. Budayakan terus menulis, ya!
Uh, aku suka.
Uh, aku senang.